Me myself mine

Me myself mine
merlitasari

page

Senin, 24 Mei 2010

Mengais Rezeki Ditengah Polusi

Gunanto, sosok paruh baya ini terbilang cukup menarik jika dibandingkan dengan sopir-sopir kopata yang lain, penampilannya rapi, memakai celana jeans warna coklat dengan atasan kaos warna merah bergambar babi, ikat pinggang hitam, dan tak ketinggalan juga topi putih bertulisan Ardelas yang ia pakai untuk menutupi kepalanya yang sedikit botak. Laki-laki yang berumur 37 tahun ini telah bersahabat dengan bis kopata sejak tahun 2002, semula berawal dari pekerjaan sebelumnya yang dirasa kurang untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehingga kemudian memutuskan untuk ikut dengan bis kopata. “dulu saya serabutan, trus kenal sama teman-teman yang kerja di terminal dan akhirnya diajakin gabung”, aku Gunanto sambil terus memacu busnya ke arah Malioboro.
Bus Jalur 4 yang bertrayek Kampus UGM-Malioboro-Giwangan-Kampus UGM telah menjadi tempat mengais rezeki bagi keluarga Gunanto selama hampir 3 tahun, setiap pagi sekitar pukul 06.30 WIB bus beroperasi hingga pukul 19.00 WIB. Hari libur seperti hari ini (Minggu, -Red)membuat bis kopata putihnya dipenuhi oleh penumpang yang ingin pergi ke Malioboro atau ke terminal Giwangan. Keadaan seperti inilah yang menjadi kesenangan dari seorang supir bus karena penghasilan akan bertambah. Jika penumpang sedang ramai, dalam sehari Gunanto bisa mendapatkan uang Rp.500.000,-, namun itu belum dipotong solar sekitar Rp.180.000,-sampai Rp.200.00,-, untuk setor kepada pemilik bus Rp.110.000,-sampai Rp.120.000,-, dan sisanya dibagi dengan kenek. Jadi, dalam sehari Gunanto hanya mendapatkan uang sekitar Rp.100.000,-, kalau penumpang sepi ia hanya membawa pulang sekitar Rp.50.000,-.
Kesetiaan dan tanggung jawab terhadap keluarga telah membuat Gunanto tetap bertahan menjadi sopir bus meski penghasilannya juga pas-pasan. Suka duka menjadi sopir bus telah dirasakan Gunanto, pernah suatu hari tak dapat setoran, tak dapat bayaran, lalu pulang ke Klaten dengan tangan hampa. Meski begitu, semangat untuk tetap mencari nafkah dan menyekolahkan anak tak pernah pupus meski terkadang muncul keinginan untuk mencari pekerjaan lain. Susahnya mencari lapangan kerja dan alasan harus belajar lagi jika ingin mencari kerja baru membuat ia terpaksa menekuni profesinya saat ini.” Rejeki itu beda-beda, walau hasilnya sedikit jika ditlateni yang sudah ada pasti hasilnya akan baik”, terangnya bersemangat.
Sudah menjadi hal biasa sopir angkutan umum kebut-kebutan, Gunanto pun demikian tetapi hanya pada jam-jam tertentu, misal pagi dan siang hari sedangakan saat sore tidak karena banyak armada bus yang sudah berhenti beroperasi. Selain itu, antar sopir bus ternyata memiliki aturan sendiri, jika ada bus yang muncul di belakang maka bus yang depan harus cepat jalan, ini bertujuan untuk meratakan penumpang.“kalau nggak ngebut malah dimusuhi temen-temen, kan sudah diberi waktu sendiri untuk berhenti dan tidaknya. Jadi kalau ada bus dibelakang yang depan harus cepet-cepet”, jelasnya. Gunanto termasuk sopir yang ramah kepada penumpang, ia berbicara dengan penumpang yang lebih tua atau lebih muda dengan menggunakan bahasa Jawa yang halus termasuk kepada saya.
Banyak yang kita bisa pelajari dari seorang Gunanto, semangat, tanggung jawab, dan kesetiaannya terhadap pekerjaan. Semangat, berangkat subuh dari Klaten dan pulang magrib, melawan dinginnya udara pagi di Klaten, panasnya udara Jogja di siang hari hingga tak membawa pulang uang sama sekali, semua tetap ia lakukan karena rasa tanggungga jawab terhadap keluarga dan kesetiaannya terhadap pekerjaan, dan yang lebih penting adalah belajar bersyukur terhadap apa yang kita punya. “kalau rejeki lagi banyak ya disyukuri saja, nginget kalo lagi nggak dapat setoran sama sekali”, pungkasnya.

14/03/2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar